BISNIS MIE ACEH
Sedap laba usaha Mie Aceh Seulawah
Oleh Revi Yohana, Pravita Kusumaningtias - Kamis, 13 Juni 2013JAKARTA. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam termasuk salah satu daerah di Indonesia yang kaya akan ragam olahan kuliner. Dari sekian banyak makanan khas Kota Serambi Mekkah, mi aceh termasuk yang paling populer di Indonesia.
Terbukti, gerai- gerai mi aceh kini semakin banyak. Salah satunya Mi Aceh Seulawah di Benhil, Jakarta Pusat. Selain mi aceh, restoran ini menyediakan aneka makanan khas Aceh lainnya, seperti roti cane, martabak aceh, nasi briyani, kari ayam, kari kambing, gulai, dan sambal ganja.
Sementara minuman khasnya ada kopi aceh. Harga minuman dan makanan di tempat ini dibanderol mulai Rp 4.000 - Rp 60.000 per porsi.
Usaha restoran ini dirintis oleh pasangan Ratna Dwikora dan Heru sejak 17 tahun silam. Seluruh menu disini diracik oleh Fatimah, ibu dari Ratna Dwikora yang merupakan asli warga Aceh.
Heru mengklaim, Mi Aceh Seulawah menjadi tempat makan favorit warga Jakarta, terutama warga asli Aceh. Kendati sudah belasan tahun berdiri, Heru baru menawarkan waralaba bulan Mei kemarin.
Walaupun baru menawarkan kemitraan, Mi Aceh Seulawah sudah mendapat satu mitra. Selain itu, ada juga dua calon mitra yang sekarang sedang dalam proses negosiasi.
Tiga paket investasi
Dalam kerjasama waralaba ini, Mi Aceh Seulawah menawarkan tiga paket investasi. Yakni paket kafe yang dihargai Rp 300 juta, paket resto Rp 500 juta, dan rumah Aceh Rp 1,2 miliar.
Ketiga paket investasi itu sudah termasuk franchise fee sebesar Rp 50 juta - Rp 100 juta yang dibayrkan di awal kerjasama.
Setiap paket berbeda di luas ruangan dan kapasitas pengunjung. Untuk paket kafe, luas ruangannya minimal 60 meter persegi. Luas ruangan ini mampu menampung 50 pengunjung.
Sedangkan paket resto butuh ruangan 120 meter persegi yang mampu menampung 80 orang. Adapun ruangan untuk paket rumah Aceh 160 meter persegi dengan kapasitas 100 orang.
Setiap paket mendapat perlengkapan masak, bahan baku, sistem manajemen, interior, dan pelatihan.
Heru menargetkan, omzet mitra berkisar Rp 75 juta - Rp 300 juta per bulan. Ia menjanjikan, mitra bisa mendapat laba bersih 20% dari omzet. Dengan royalty fee 6% dari omzet, mitra bisa balik modal dalam waktu 20 bulan.
Evi Diah Puspitawati, Pengamat Waralaba dari International Franchise Business Management bilang, banyak makanan daerah yang berhasil diwaralabakan. "Tetapi memang butuh penetrasi pasar yang memakan waktu lama," ujar Evi.
Akan tetapi ada pula sejumlah poin penting yang perlu diperhatikan. Di antaranya harus tahu betul target pasar yang dituju. Dengan begitu, lokasi, pelayanan, desain tempat sampai cara pemasaran akan mengarah ke target pasar.
Jika melihat harga mi yang dipasarkan hingga Rp 60.000 per porsi, tentu konsumen yang dibidik adalah kalangan menengah atas. Dengan begitu, calon pewaralaba harus tahu betul konsep untuk kalangan tersebut.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah masalah rasa. "Rasa mi Aceh yang sebenarnya belum tentu cocok di semua lidah daerah lain, karena itu harus hati-hati juga dalam komposisi rasa," terang Evi.
sumber : Tabloid Kontan Online
Komentar
Posting Komentar